Kamis, 13 Januari 2011

Strategi Pembangunan Potensi Bahari Indonesia Sebagai Wujud Penyelamatan Bumi dengan Mengoptimalkan Potensi Bahari

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia karena 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan.Wilayah lautan yang dimiliki Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam yang memiliki potensi pertambangan, perikanan, dan pariwisata. Menteri Perindustrian Ir. M. S. Hidayat dalam seminar yang bertajuk "Revitalisasi Industri Manufaktur Maritim" dalam rangka "Semarak Mahasiswa Perkapalan" (Sampan) ke-4 di ITS Surabaya di hadapan ratusan mahasiswa Teknik Perkapalan dari berbagai universitas di Indonesia memaparkan impiannya bahwa Indonesia akan menjadi negara maritim terbesar di dunia pada tahun 2025. Dalam dialognya tersebut, M. S. Hidayat akan lebih memprioritaskan sektor industri perkapalan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia 2025. Industri perkapalan dalam negeri saat ini berjumlah 250-an perusahaan dengan kemampuan bangunan masih terpasang 750.000 DWT per tahun dan reparasi 10 juta DWT per tahun. Indonesia juga sudah mampu membangun kapal baru dengan berbagai jenis, tipe, dan ukuran sampai dengan kapasitas 50.000 DWT. Karena itu, akan terus di tingkatkan hingga 150.000 DWT pada tahun 2014 dan 300.000 DWT pada 2025. Selain itu, pemerintah sudah mengeluarkan Inpres 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional (asas cabotage) dan insentif BMDTP (bea masuk di tanggung pemerintah) untuk impor komponen kapal yang belum diproduk di dalam negeri.Indonesia negara maritim ataukah mungkin sebuah negara maritim yang sedang menuju untuk menjadi negara maritim yang sesungguhnya. Jika membandingkan antara potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritim dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan, yakni sumber daya alam (ikan, tambang), transportasi, pariwisata bahari, industri bioteknologi dan jasa kelautan, Indonesia masih kurang dalam hal pemanfaatan sumber daya alam kelautannya, terlebih jika melihat kembali visi dan misi sebuah negara maritim yaitu semua sumber daya alam dan potensi kelautan yang terkandung digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyatnya. Permasalahan yang terjadi sekarang adalah bahwa Indonesia kurang mampu memanfaatkan segala potensi yang ada salah satunya adalah potensi kelautan. Seharusnya dengan potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam maupun luar negeri. Pendek kata, sektor perikanan laut dan hasil laut lainya dapat dijadikan sektor penyelamat keterpurukan ekonomi Indonesia akibat salah urus di masa Orde Baru, yang marak dengan budaya KKN yang dampaknya masih dirasakan hingga sekarang. Padahal di negara-negara seperti Jepang, Taiwan, Korsel, Cina, Thailand dan Norwegia yang potensi perikanan dan kelautannya lebih kecil dibandingkan Indonesia, sektor perikanan dan kelautan memberikan kontribusi sangat besar bagi pendapatan nasional mereka. Selain itu, contoh lainnya yaitu garam. Indonesia sebagai negara maritim seharusnya mengekspor garam bukan mengimpor garam. Seperti yang telah dimuat dalam harian kompas bahwa Indonesia sampai sekarang masih mengimpor garam yang jumlahnya cukup besar, yaitu kurang lebih 1,58 juta ton per tahun senilai 900 miliar per tahun padahal, Indonesia memiliki beberapa wilayah sebagai pusat produksi garam antara lain, Pati, Rembang, Demak, Indramayu, Cirebon, Sampang, Pamekasan, Pasuruan, Janeponto, Bima, dan Kupang. Namun pada kenyataannya Indonesia harus mengimpor garam dan impor terbesar adalah dari Australia. Alasan yang sering dikemukakan adalah mengenai kualitas garam. Garam lokal tidak mampu bersaing dengan garam impor, karena garam impor mengandung NaCl 97 persen ke atas, sedangkan garam lokal paling bagus 80 persen. Dan ketika harga garam impor beda tipis dengan garam lokal, maka konsumen pasti lebih memilih garam impor. Akibatnya beberapa pengusaha garam sudah mulai mengurangi produksinya dan puluhan ribu petani garam mulai menganggur. Kadar NaCl garam lokal yang rendah, diakibatkan petani garam telah memanen garam setelah dikeringkan 3-4 hari. Padahal jika dikeringkan selama 15-20 hari maka kadar NaCl dapat mencapai 97 persen. "Petani lebih mementingkan urusan perut ketimbang kualitas," seperti yang di katakana oleh Djono Kepala Bagian Produksi UD Apel Merah, Rembang, Jawa Tengah.

Kerusakan terumbu karang di negeri bahari seperti Indonesia memang sudah meluas. Menurut Direktur Jenderal Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Syamsul Muarif seperti yang dikutip Kantor Berita Antara menyebutkan bahwa saat ini 70 persen terumbu karang di laut Indonesia kondisinya rusak parah, dan hanya 30 persen yang masih relatif bagus. Sekjen Depdudpar DR. Sapta Nirwandar mengatakan, banyak daerah kawasan wisata bahari yang dulunya menarik wisatawan, karena trumbu karang dan biotanya yang masih terjaga, kini terancam kelestariannya akibat sampah dan limbah industri. Sebagai contoh, kawasan wisata bahari di Bunaken, Manado kini dihadapkan pada masalah sampah yang cukup memprihatinkan.

Strategi Pembangunan Potensi Bahari Indonesia

Adanya sinergitas antara Pemerintah dengan masyarakat dalam meningkatkan pembangunan kelautan, pariwisata, biota laut, minyak bumi dan gas, serta perikanan. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam (SDA) kelautan yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Semua potensi yang dimiliki dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kelestarian alam. Dengan demikian, untuk mewujudkan itu semua perlu adanya upaya-upaya sebagai berikut:

1. Tindakan Nyata

Deputi Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi mengatakan, produk impor garam yang selama ini diperoleh dari Australia merupakan produk yang memenuhi kadar NaCL karena merupakan barang tambang. Sedangkan di Indonesia tidak ada, karena yang ada hanya garam laut, tapi kadarnya itu tidak murni. Melihat kenyataan yang ada saat ini, sebagai jalan keluar dari permasalahan mengenai ketergantungan Indonesia terhadap impor garam adalah pemerintah harus segera negambil tindakan. Jika tidak segera mengambil tindakan, dikhawatirkan cadangan devisa Indonesia akan semakin terkuras padahal Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk memproduksi garam tanpa harus mengimpor dari negara lain. Sayangnya, sekarang pemerintah justru akan memprivatisasi wilayah laut dengan konsep Hak Pengelolaan Perairan Pesisir (HP3) yang amat a-historis. Tidak pernah ada, dalam pengelolaan perairan laut di Nusantara, termasuk di masa kolonial pun, penguasaan laut Nusantara oleh pihak pemilik modal apalagi boleh dialihkan (transferability) dan diperjualbelikan. Sesuatu tanpa akar sejarah adalah “kesesatan”, dan melembagakannya bisa mengundang konflik.


2. Kembali Pada Kearifan Lokal

Bangsa Indonesia adalah bangsa bahari dengan segala kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Tidak berlebihan jika kearifan lokal dikatakan sebagai penjaga potensi bahari Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan adalah ketidaktahuan bahkan keengganan masyarakat untuk menerapkan kearifan lokal tersebut. Contoh kasus di Bali tepatnya di Desa Les, KecamatanTejakula, Kabupaten Buleleng masyarakat nelayannya telah mempraktikan kembali kearifan lokal warisan nenek moyang, yaitu melakukan penangkapan ikan hias tanpa merusak terumbu karang. Kearifan lokal tersebut sempat ditinggalkan masyarakat desa tersebut. Nelayan desa itu menangkap ikan hias dengan cara yang tak ramah lingkungan dengan racun sianida. Pengenalan sianida untuk mempermudah dan mempercepat penangkapan ikan hias dengan cepat menggantikan penangkapan dengan jaring.

4. Keamanan

Memaksimalkan potensi bahari yang ada di Indonesia dengan meningkatkan keamanan sehingga tidak ada lagi pencurian ikan dan hasil laut lainnya.

5. Pendidikan

Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola potensi bahari yang tersebar di Indonesia dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber daya laut. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan membangun lembaga pendidikan bahari yang lengkap dan modern.

6. Promosi

Pengembangan sektor pariwisata yang dibarengi dengan marketing plan yang baik akan mampu menarik wisatawan sehingga sektor pariwisata akan dengan sendirinya akan menumbuhkan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti sektor perdagangan, jasa dan produksi.

7. Pengelolaan yang Berkelanjutan

Permasalahan yang kompleks yang dimiliki Indonesia membutuhkan strategi pengelolaan yang menyeluruh, cross sectoral, dan responsive terhadap dinamika yang ada.

Sumber:

Internet:

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3430&Itemid=1529

http:/www.dekopin.coop/.
http:/www.kompas.com/

http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/765/indonesia-belum-negara-maritim/Muhammad Karim

Buku:

Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia, (Jakarta :Departemen Kelautan dan Perikanan : 2006), hlm. 8


2 komentar:

visitwakatobi mengatakan...

semoga segenap insan muda Indonesia bisa ikut serta secara langsung membangun sektor Bahari..

Unknown mengatakan...

Ayo majukan wisata bahari Indonesia

tempat wisata indonesia